Sejarah dan Sistem Pajak Kendaraan Bermotor di Indonesia
Setiap tahun, pemilik kendaraan bermotor di Indonesia diwajibkan untuk membayar pajak kendaraan mereka bila ingin kendaraannya digunakan di jalanan umum di Indonesia. Pajak kendaraan ini menjadi sumber pendapatan pemerintah daerah untuk perawatan jalan dan infrastruktur pendukungnya bahkan juga setelah dikumpulkan dengan pendapatan lain dipergunakan untuk belanja daerah yang juga termasuk gaji pegawai negeri sampai pemadam kebakaran.
Pajak kendaraan bermotor ini sudah lama menjadi sumber penghasilan bagi berbagai pemerintah di seluruh dunia. Karenanya sudah sangat umum untuk pengendara di berbagai negara untuk membayar pajak jalan setiap tahunnya. Beberapa negara mengalihkan pembayaran langsung pajak jalannya ke hal lain seperti misal di Amerika Serikat, tidak ada pajak tahunan untuk perawatan jalan seperti ini melainkan pajaknya menjadi satu dengan bensin dimana pemerintah federal dan pemerintah negara bagian memungut sekian persen dari total harga bensin sebelum PPn untuk kemudian dana ini dipakai untuk membangun dan memelihara jalan. Meski begitu, dibeberapa negara bagian ada juga pajak Ad Valorem yang dibayar tahunan serta biaya registerasi tahunan seperti pengesahan STNK.
Sejak Kapan Kendaraan Harus Bayar Pajak di Indonesia?
Berdasarkan penelusuran, pada tahun 1934 mulai diberlakukan pajak kendaraan oleh pemerintah kolonial Belanda. Dasar hukumnya adalah Ordonnantie op de Motorvoertuigenbelasting 1934 yang diterbitkan di Staatsblad 1934 No. 718. Salah satu alasan mengapa diberlakukan pajak ini adalah karena resesi global tahun 1928 yang dikenal sebagai "The Great Depression". Dengan bertambahnya kebutuhan akan keuangan juga hal lainnya seperti perawatan jalan dan pembangunan infrastruktur lain seperti jembatan, pemerintah saat itu kemudian memperbarui tarifnya melalui Staatsblad 1949 No. 376.
Pada tahun 1959, pemerintah Indonesia kembali memperbarui peraturan pajak kendaraan bermotor utamanya besaran tarifnya dengan mengeluarkan Perpu 008 tahun 1959. Ini penting karena pada zaman itu pajak kendaraan bermotor adalah tetap tergantung dari spesifikasinya. Misalkan pada Perpu tersebut disebutkan bahwa kendaraan dengan berat total yang diperkenankan kurang dari 3.500 kg kecuali yang telah dikenakan pajak rumah-tangga, atau yang dibebaskan dari pajak rumah-tangga harus membayar pajak tahunan sebesar 360 rupiah. Tidak peduli kendaraan tersebut bermerek apa, mesin apa atau harga jualnya berapa. Sedikit berbeda dengan negara Eropa yang menghitung pajak kendaraan berdasarkan tenaga mesin. Karenanya lahir mobil seperti Citroen 2CV dimana 2CV bermakna tenaga mesin yang dipajaki sebesar 2 tenaga kuda.
Pada tahun 1970an mulai diberlakukan sistem SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) dimana masa ujicobanya dilakukan antara 1974 sampai 1976. SAMSAT adalah upaya untuk menyatukan pelayanan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), serta pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), semuanya di satu loket. Jadi bila sebelumnya pemilik kendaraan bermotor harus berkeliling kota pindah dari satu kantor ke kantor lainnya untuk menunaikan kewajibannya, dengan adanya SAMSAT kini wajib pajak hanya perlu datang ke SAMSAT saja. Dasar hukum SAMSAT ini adalah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 1977 tanggal 28 Juni 1977.
Untuk besaran nilainya, pemerintah pusat masih yang mengatur dan menyesuaikan tarifnya. Mengingat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 60an ditambah hiperinflasi hingga 600%, pemerintah Indonesia sepertinya juga terus memperbarui besaran tarif pajak kendaraan sampai diberlakukannya sistem SAMSAT.
Baru tahun 90an pada penghujung orde baru melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah bisa mengatur besaran pajak daerahnya sendiri tanpa harus didekte oleh pemerintah pusat. Aturan ini kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Sejak saat itu pajak kendaraan bermotor meski model dan tahunnya sama, namun nilainya bisa berbeda untuk setiap daerah.
Aturan ini kemudian kembali diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam aturan ini, pemerintah provinsi memiliki kewenangan untuk menetapkan tarif PKB melalui Peraturan Daerah dengan batasan tarif yang sudah ditentukan dalam undang-undang. Pajak kendaraan dihitung berdasarkan nilai jual kendaraan dimana tarif paling rendah 1% dan paling tinggi 2%. Pada aturan ini, pemerintah daerah juga memiliki kewenangan untuk menentukan apakah misal ada progresif untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya.
Karenanya di Yogyakarta hanya mobil saja yang mendapat pajak progresif sementara sepeda motor tidak. Untuk Jawa Tengah mobil dan sepeda motor dengan mesin diatas 200cc mendapat pajak progresif. Hal ini berbeda dengan Jawa Timur dan Bali yang pajak progresif hanya untuk kendaraan dengan jenis yang sama. Berbeda lagi dengan Jawa Barat dan DKI Jakarta yang tidak peduli jenis kendaraannya maka akan tetap diberi pajak progresif untuk kepemilikan kedua. Nilainya juga berbeda-beda antar provinsi yang disebut pun begitu juga dengan pajak progresifnya.
Tambahan SWDKLLJ dan Opsen
Selain pajak kendaraan, Indonesia sebenarnya juga mewajibkan asuransi kendaraan yang akan dioperasikan di jalanan Indonesia sama seperti berbagai negara di dunia. Asuransi ini berbeda dengan asuransi pada umumnya yang nilainya sama untuk semua orang. Tidak peduli apakah orang tersebut pernah klaim kecelakaan, baru belajar mengemudi atau kendaraannya tidak layak pakai dimana pada asuransi normalnya biayanya akan naik bila sering melanggar lalu lintas atau kecelakaan. Asuransi ini hanya mengcover untuk asuransi jiwa saja bukan untuk kendaraan. Nama asuransi ini adalah Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan atau SWDKLLJ yang dananya dikelola oleh Jasa Raharja yang merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang asuransi.
Dasar hukum SWDKLLJ ini adalah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan mulai diberlakukan pada tahun 1964. Untuk teknisnya, SWDKLLJ ini dilakukan dengan payung hukum Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Nantinya seiring waktu besaran premi dan klaim yang ditetapkan mengikuti perkembangan jaman dengan aturan-aturan baru.
Terakhir sejak 2025 diberlakukan tambahan kolom opsen pada lembar Tanda Bukti Pelunasan Kewajiban Pembayaran (TBPKP). Sebelumnya, pajak kendaraan bermotor dilakukan oleh pemerintah provinsi dan setelah terkumpul, baru kemudian pemerintah provinsi memberikan jatah untuk pemerintah kota/kabupaten. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang kemudian mulai berlaku 5 Januari 2025.
Comments
Post a Comment