Sejarah Mobil Kei (Kei Car) di Indonesia

sejarah mobil ringan kei car di Indonesia

Setelah perang dunia kedua, rakyat Jepang menjadi miskin dan tidak mampu untuk membeli mobil. Pilihan rakyat Jepang saat itu paling mewah adalah sepeda motor kecil yang lebih mirip sepeda kayuh yang ditempel mesin 50cc. Jepang dengan bantuan Marshall Plan dari Amerika kemudian dibangkitkan kembali industrinya dengan industri otomotif menjadi salah satu fokus utama untuk pembangunan Jepang saat itu.

Karenanya muncul ide membuat mobil kecil yang murah agar sanggup dibeli oleh rakyat Jepang demi mendorong roda perekonomian negara yang hancur akibat kalah perang. Pada 8 Juli 1949, diberlakukan peraturan spesifikasi untuk mobil-mobil ringan ini dengan dimensi p x l x t maksimal 2,8m x 1m x 2m dan bermesin 100cc untuk 2 tak dan 150cc untuk 4 tak. Dirasa belum memadai, dimensi mobil jenis ini kemudian dinaikkan menjadi 3m x 1,3m x 2m  dan mesin menjadi 300cc untuk 4 tak dan 200cc untuk 2 tak pada 26 Juli 1950. Masih belum cukup, spesifikasi mesinnya dinaikkan menjadi 360cc untuk 4 tak dan 240cc untuk 2 tak pada 16 Agustus 1951 dengan dimensi yang sama. Terakhir, pada 4 April 1955 kapasitas mesinnya menjadi 360cc untuk semua mesin dan masih dengan dimensi yang sama. Akhirnya, mulai 1955 inilah mobil-mobil kei menjadi populer dengan beberapa model yang menarik pasar Jepang seperti Subaru 360, Suzuki Suzulight dan Mazda R360.

Meskipun diminati pada awalnya, namun penjualan mobil-mobil kei di Jepang mengalami penurunan sampai akhirnya pada tahun 1975 para pengusaha otomotif meminta peraturan mobil kei ditingkatkan dengan mesin 500cc. Pemerintah Jepang kemudian menyetujuinya dimana pada 1 Januari 1976 spesifikasi mobil kei menjadi bermesin 550cc dengan panjang 3,2m, lebar 1,4m dan tinggi 2 m. Mulai pada periode inilah orientasi mobil-mobil kei sebagai transportasi rakyat yang murah dan sederhana berganti menjadi transportasi murah dan nyaman. Pabrikan mulai menghadirkan fitur-fitur mewah pada mobil-mobil kei seperti penggerak 4 roda, mesin turbocharger, AC dan sebagainya.

Pada 1 Maret tahun 1990, regulasi kei car kembali berubah dimana panjangnya menjadi 3,3m dengan mesin 660cc dan tenaga maksimal 64Hp sementara sisanya sama. Tenaga mesin dibatasi sesuai dengan tenaga kei car terbesar yang dicapai saat itu karena mulai maraknya kei car yang memakai teknologi motor sport dan menjadi cukup boros BBM yang berlainan dengan tujuan awal dibuatnya aturan kei car. Regulasinya kemudian berubah lagi pada 1 Oktober 1998 dimana dimensinya membengkak menjadi 3,4m untuk panjang, 1,48m untuk lebar, 2m untuk tinggi, mesin berkapasitas 660cc dengan tenaga maksimal 64Hp. Sejak 1955, untuk aturan batas muat penumpangnya maksimal 4 orang dan untuk barang maksimal 350Kg saja.

Eropa

Di Eropa, mobil kei lebih mirip dengan mobil mikro atau microcar. Contoh microcar sendiri antara lain BMW Isetta, Messerschmitt KR200 dan Peel P50. Kemiripan dengna mobil kei adalah karena menggunakan mesin sepeda motor yang lebih irit bahan bakar dan lebih murah dibanding mobil berukuran normal membuat microcar populer pasca perang dunia kedua. Meskipun mirip, namun microcar memiliki perbedaan mendasar berupa tidak mendapat insentif dari pemerintah karena kapasitas mesin dan dimensi kendaraanya. Selain itu karena budaya masyarakat Eropa yang lebih individualis membuat kebanyakan mobil-mobil kecil di Eropa hanya bisa mengangkut 2 orang saja tidak seperti mobil kei yang bisa dirancang untuk memuat 4 orang dewasa.

Peranan microcar kemudian beralih menjadi mobil segmen A seperti misalnya Toyota Aygo, Peugeot 107, Fiat 500, Renault Twingo dan VW Up. Hal ini dikarenakan diperkenalkannya mobil-mobil segmen A seperti Mini, Citroen 2CV, Renault 4 dan Fiat 500 pada awal 60an yang lebih besar dibandingkan microcar meskipun tetap lebih kecil dibandingkan mobil sedan normal dan jauh lebih bertenaga dibandingkan microcar dengan konsumsi bahan bakar yang cukup irit. Meskipun begitu, microcar masih tetap punya penggemarnya tersendiri seperti misalnya diera modern ada microcar Smart Fortwo sampai Smart Roadster yang kecil bahkan di Jepang sendiri bisa dikategorikan sebagai kei car dengan berbagai limitasinya.

Indonesia

Di Indonesia, mobil-mobil kei sangat populer pada tahun 70an. Saat itu ada banyak mobil Kei yang dijual resmi di Indonesia. Sebut saja Suzuki Fronte, Suzuki ST20, Suzuki Jimny LJ20, Honda TN3, Subaru Sambar, Daihatsu Fellow, Daihatsu Hijet S38, Daihatsu Midget (Bemo), Mitsubishi Minicab, dan lain sebagainya. Salah satu alasan mengapa ATPM yang saat itu baru berdiri berani menjual kei car di Indonesia adalah karena kemampuan produksi pabrik Jepang yang memang hanya sanggup mengekspor mobil-mobil kei. Perlu diingat, saat itu Jepang baru saja mengalami fenomena post-war economic miracle yang memungkinkan ekonomi Jepang tumbuh berkembang setelah hancur pasca perang dunia kedua. Selain mobil kei, Jepang saat itu juga terkenal sebagai produsen radio terbesar.

Dari mobil Kei ini, ATPM mobil Jepang kemudian mulai berkreasi untuk memenuhi kebutuhan pasar mobil Indonesia. Daihatsu misalnya dengan sasis Daihatsu Hijet wide S60 berhasil membuat sendiri bodi untuk Daihatsu Wide 55 versi Indonesia dengan bentuk yang jauh berbeda dengan Daihatsu Hijet S60 di Jepang. Tidak hanya ATPM, industri karoseri lokal juga kemudian menggarap varian minibus dari keitora yang dijual saat itu dengan desain sendiri. Keitora seperti Honda TN7, Daihatsu Hijet S38 atau Suzuki ST20 dibuat menjadi minibus seperti untuk angkot menggantikan oplet atau juga sebagai mobil pengangkut keluarga besar meskipun mobilnya berukuran kecil.

Namun memang tidak bisa dipungkiri bahwasannya pasar Kei car diluar Jepang tidak begitu diminati. Selepas pertengahan 70an, industri otomotif Jepang sudah mampu memproduksi mobil jenis lain tidak melulu kei car. Oleh karena itu varian ekspor untuk kei car dibuat lebih leluasa karena tidak ada halangan regulasi seperti di Jepang. Di Indonesia misalnya Suzuki Jimny yang tadinya bermesin 550cc dinaikkan menjadi 800cc pada generasi LJ80 atau Daihatsu Hijet dibuat menjadi 1000cc dan sebagainya.

Jauh setelahnya, Kei car dibesarkan ini masih terus ditawarkan di Indonesia. Suzuki misalnya kemudian memasarkan Suzuki Karimun yang merupakan Suzuki Wagon R wide dengan kandungan lokal pada tahun 1999 serta Daihatsu yang menjual Daihatsu Ceria yang merupakan Daihatsu Mira L200 dengna mesin 850cc yang juga berperan sebagai tes pasar akan Daihatsu Xenia Mi 1000cc.

Pada tahun 2013, Indonesia kemudian membuat peraturan baru yang kurang lebih mirip dengan Kei Car di Jepang dengan nama Low Cost Green Car (LCGC). Perbedaanya, LCGC hanya dibatasi ukuran kapasitas mesinnya saja menjadi 1200cc untuk mesin bensin dan 1500cc untuk mesin diesel serta harus bisa menempuh jarak 20Km dengan 1 liter bahan bakar. Selebihnya, LCGC ini hampir tidak ada persamaanya sama sekali dengan Kei Car mungkin selain harganya yang lebih murah karena pajak yang lebih ringan. Karena hampir mirip, tak ayal mobil LCGC di Indonesia bisa hampir mirip dengan kei car di Jepang seperti misalnya Daihatsu Ayla yang mirip Daihatsu Mira e:S dibesarkan atau Suzuki Karimun Wagon R yang hampir mirip Suzuki Wagon R.

Daihatsu Tanto Indonesia

Meskipun pasarannya sangat kecil diluar Jepang, namun ternyatan masih ada peminat mobil-mobil kei di luar Jepang seperti Indonesia misalnya. Astra Daihatsu Motor misalnya sempat menawarkan mobil kei sport berbentuk roadster 2 seater bernama Daihatsu Copen antara 2015 sampai 2019. Selain itu, importir umum juga melayani permintaan konsumen yang menginginkan mobil kei seperti Tanto, Alto Works dan sebagainya di Indonesia. Hanya saja karena tidak dirakit di Indonesia dan sepenuhnya buatan Jepang membuat aturan garansinya mengikuti peraturan Jepang dengan semua standar Jepang plus pajak yang mahal bila sampai di Indonesia.



Comments